Rabu, 29 Juli 2009

Catatan Berserakan

Catatan-catatan berikut ini adalah sepenggal sejarah hidupku di usia yang separoh baya ini coba aku tuliskan kembali. Catatan-catatan itu berserakan di dalam buku-buku agendaku, untuk kemudian aku kembangkan menjadi sebuah cerpen. aku memang bukan penulis, itu penting untuk siapa saja yang membaca tulisan ini. Jadi jangan berharap mendapatkan alur cerita yang baik dalam tulisan ini. Terkadang aku menulis catatan ini incidental saja, ketika ide menghampiri aku sedang menunggu angkot, di stasion kereta, di tempat tukang tambal ban, di dalam angkot, di atas kereta atau bahkan di atas closed. Ada beberapa hikmah yang mungkin aku dapat dari catatan-catatan itu, sebagai satu proses pendewasaan diri. Namun ma’af kalo dirasa ceritanya agak sentimentil, aku sudah mencoba meredusir factor-faktor subjektif di dalamnya namun apadaya kemudian ternyata hatiku juga ingin ikut menulis.

Di dalam penulisannya terkadang tidak mengikuti alur waktu yang ada bahkan akupun terkadang lupa tanggal berapa tulisan itu kubuat. Mungkin ini akan jadi bagian cerita hidup yang suatu saat bisa di baca oleh anak cucuku……Aku bukan siapa-siapa dan tak punya arti di dunia ini tapi biarkan aku berbagi, walau yang kubagi hanya kepahitan hidup….. (Iskandar.Z)

Preambul

Aku ada dalam suatu kondisi yang terkadang membuatku harus merasa bingung dengan semuanya. Aku menjalin suatu hubungan yang mungkin sulit untuk kujelaskan keadaannya.. jujur aku mulai menyukainya, tapi aku tak tahu apakah aku mencintainya? Aku sering merasa cemburu dengannya dan juga merasa dirinya jadi bagian hidupku. Walaupun terkadang aku ngerasa tak pantas menjalaninya.

Hari ini aku merasa semuanya tidak mungkin berjalan, kuldesak!!, karena banyak hal berbeda yang ga’ mungkin untuk disatukan. Perlahan aku mencoba menarik diri dari segala beban rasa yang membebaniku. Tapi bukankah hidup memang sebuah beban aku hanya bisa menerimanya sebagai bagian takdir.. Percaya atau tidak aku perlahan menemukan makna yang sebenarnya dari setiap kisah hidupku.. Mungkin berguna bagi orang lain, tapi mungkin juga tak punya arti, karena manusia hanya tercipta lewat setetes sperma berkembang menjadi dewasa, tua – bagi yang dikasih umur panjang- lalu mati, hancur dan tinggal cerita………….

ATM ( Anak Tukang Manuk )

Sepenggal kalimat yang ingin kutuliskan disini adalah “Manusia terlahir bersama dengan jalannya sendiri, dan tak membawa status apapun dalam kehidupannya”.. Kehidupan social yang menganugerahkan status bagi seseorang. Aku adalah “anak seorang pendosa politik”, dan masyarakat memberikan status itu padaku. Hanya menerima yang bisa kulakukan, meski terkadang jiwaku berontak untuk hal itu… kenyataan adalah kenyataan mungkin jawaban terbaik untuk hal itu tanpa harus berargumentasi panjang lebar…

Beberapa bulan terakhir, aku hidup bersama dengan sebuah keluarga yang mungkin tidak terlalu jauh berbeda dengan background keluarga dimana aku berasal. Akan tetapi lain lubuk lain belalang, hal-hal lain yang mungkin tidak bisa dipersamakan dengan kondisi keluargaku. Pada akhirnya secara subjektif aku harus mensyukuri kondisi keluargaku, meski tak berlimpah tapi tetap bersahaja.. Alhamdulillah Yaa Allah..

Al-kisah, sang bapak adalah seorang pedagang “manuk” (burung, sunda) dengan empat orang anak yang dua sudah beranjak dewasa dan yang lainnya masih kanak-kanak. Apa yang terjadi dikeluargaku terjadi juga dikeluarga ini, sang ibu pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus legislative yang mempunyai high power di dalam keluarga. Mungkin berbeda dalam hal sense of belongingnya, karena ibuku adalah penguasa merangkap pengusaha..sedangkan ibu yang satu ini hanya ingin menjadi penguasa tokh..

Subjektif, ibuku adalah “Princes Of Warrior” dengan wataknya yang keras berusaha membangun kemandirian anak-anaknya, meskipun itu tak berhasil 100%, dia sudah berjuang untuk itu. Aku bangga dengan ibuku, walaupun aku belum bisa untuk dibanggakannya, InsyaAllah akupun berjuang untuk itu…doa’mu selalu dalam uratnadiku, terpompa naik sampai ke ubun-ubun.. Thanks my mom…

Tuhan Sakit !!! ( RSHS-05/01/04 )

Anda mungkin pernah merasakan, ketika anda berada satu ruangan dengan orang yang sedang “berjuang” mempertahankan hidup. Berjuang dalam arti mencoba bersabar dengan apa yang dideritanya. Sekelilingnya mungkin menangis dan bersimpati mendengar jeritan kesakitan dengan suara lirih dan penuh harap..malaikat mautpun tersenyum menatapnya…

Manusia lahir lewat satu proses yang maha dahsyat… Anda pernah bayangkan setetes air dengan muatan listrik beribu megawatt bisa menjadi makhluk yang sempurna, sempurna dengan kesombongan dan keangkuhannya. Seakan manusia lupa bahwa dia hanya tercipta lewat setetes sperma, beruntung bukan setetes air comberan!!!..

Aku berada di tengah kondisi yang membuat mata hatiku seakan dibuka dan di ganjal batang korek, bahwa hakikat kehidupan terletak dihati kita bukan dari kesempurnaan yang kasat mata, terkadang secara sadar kita sering kagum dengan sesuatu yang tampak oleh mata. Kita lupa bahwa kita ada dari tiada dan suatu saat kembali menjadi tiada..

Seperti reaksi kimia yang selalu memunculkan perubahan dalam hitungan kecepatan waktu teori relativitas manusiapun cenderung berubah, berubah menuju ketiadaan. Hidup datang dan pergi, bersama cerita kebahagiaan dan kedukaan. Berada beberapa hari di Rumah Sakit membuat aku sadar bahwa kehidupan selalu berubah, tak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri, dan setiap kita selalu siap menghadapi perubahan menuju kebahagiaan akan tetapi terkadang kita tidak siap dengan sisi lain kehidupan yang bisa menguras air mata dan kelelahan jiwa….

Percaya suatu saat saya, anda, dan kita semua akan menjumpainya…percaya suatu saat kita hanya sebuah tulisan yang tertulis di seonggok batu nisan tanpa makna. Aku percaya ada satu kekuatan besar yang mengatur segalanya. Jika anda tidak percaya berdiamlah berlama-lama di dalam rumah sakit, saya yakin anda akan menemukan Nama Tuhan disebut disana, dengan suara lirih dan penuh harapan, kata-kata ampun terucap dan seakan kita baru menyadari kehadiran-Nya ketika kita merasa nafas tinggal satu tarikan lagi.

Hari ini izul kecil belajar banyak tentang hidup dan membuatnya berpikir untuk berubah ke jalan-Nya, meninggalkan semua yang membuatnya lupa dengan diri-Nya..bersyukur hari ini izul masih bisa bernafas dengan oksigen Cuma-Cuma, mungkin besok harganya harus mahal bahkan mungkin sudah tidak ada lagi jatah oksigen untuk dirinya.

Terima kasih Tuhan, hari ini aku Engkau tampar dengan tangan kasih sayang-Mu.. Tolong pegang erat tanganku karena aku percaya dalam genggaman-Mu kutemukan kedamaian, dalam tatapan-Mu kutemukan kebahagiaan, seandainya aku harus melepas rohku yang punya-Mu ini, izinkan aku tersenyum karena kebahagiaan bertemu dengan-Mu bukan dengan rintihan dan air mata…

Terima kasih Tuhan, karena hari ini aku disadarkan bahwa aku tak layak berharap cinta dari seorang hamba-Mu, karena selalu ada standar ganda dalam cinta itu. Izinkan aku mencintai-Mu dengan segenap perasaanku…

Terima kasih Tuhanku, mudah-mudahan di penghujung usiaku nanti yang keluar dari mulutku bukan kalimat “Tuhan Sakit!!!”, yang keluar dari mulutku adalah kalimat “ Maha Suci Tuhanku yang selalu menggenggam jiwaku dengan kasih sayang-Nya”… Izul masih bernyawa Tuhan, saat ini, dan dia tak tahu dengan hari esok, bimbing selalu dia untuk rindu dengan-Mu…

Beta-din

Hari ini begitu menyebalkan, setelah seharian aku harus berada di kantor dengan suasana yang sangat memuakkan berharap disore hari aku mendapatkan suasana yang lebih menghibur perasaanku, tapi yang kudapati lagi-lagi hanya kekesalan dan kemarahan.

Tiba-tiba aku merasa dipermainkan oleh orang lain, dan betapa tidak berartinya aku dimata dia. Mungkin aku memang tidak berarti baginya, aku hanyalah obat luka yang diingat orang ketika dirinya terluka dan setelah sembuh obat luka itu tersimpan dalam lemari obat menanti saat sang tuan terluka.

Terima sajalah perlakuan itu, dan biarkan dirimu hanya menjadi obat luka (betadine) bagi orang lain. Ketika orang lain sembuh, kamu hanya bisa tersenyum bahagia dan menerima nasib untuk dilupakan, mungkin menyakitkan tapi percaya kamu telah menjadi sumber bagi kebahagiaan orang lain..

Obat luka hanya menempel beberapa waktu saja dan kemudian menghilang dan tak terpakai lagi ketika si luka sembuh. Setiap tetesnya hanya untuk menutupi luka tanpa pernah menyentuh bagian lain…..

Nasehat Buat Izul (15/12/03)

Bila segala sesuatu terasa salah, bila jalan yang kau lalui terasa menanjak, bila pendapatan begitu rendah, dan hutang makin bertambah..kau ingin tersenyum tabah, tetapi terpaksa merenung lelah..bila kau tak merasakan kasih sayang, jika perlu beristirahatlah, namun jangan sekali-kali menyerah kalah….

Hidup ini aneh, penuh dengan putaran dan lilitan…banyak yang terombang-ambing tanpa haluan, pada saat mereka telah dekat dengan kemenangan…jangan putus asa walau langkah terasa berat, kau dapat sukses pada kesempatan lain…

Seringkali cita-cita lebih dekat daripada yang dirasakan oleh orang yang bimbang. Seringkali mereka yang berjuang menyerah kalah pada saat mereka akan meraih kemenangan. Dan setelah terlambat barulah mereka menyadari bahwa begitu dekat dengan mahkota emas..

Kesuksesan merupakan kegagalan yang diputarbalikkan dari awan keraguan. Dan kau tidak dapat menduga jarak menuju kesuksesan…terkadang terasa jauh, padahal sebenarnya dekat. Masa-masa sulit tak pernah berakhir, tetapi orang yang ulet akan berhasil mengatasinya.. jadi, berjuanglah terus!!..Tuhan menatap setiap langkahmu..

SuburIn SyukurIn

Suasana kantor seakan di neraka, walaupun aku belum pernah kesana..bergolak membakar hati. Aku pastikan maagku kambuh dibuatnya, karena belum selesai dengan tugas RND produk yang diberikan seorang Doktor ahli tanah yang juga Direktur Tehnologi di tempatku bekerja yang tengah membuatku pusing harus ditambah dengan suasana politik yang semakin menyudutkanku. Aku berani katakan ini bernuansa politik karena memang aku tidak merasa dekat dengan owner sang pengambil keputusan di perusahaan ini, dan tidak perlu seorang direktur utama untuk membuat pengumuman yang juga mungkin surat keputusan pengangkatanku sebagai kepala produksi..tentunya ada “udang di balik bakwan” dari semua kejadian itu. Aku hanya di jadikan “kambing” hitam untuk memuluskan para supplier yang sering bermain di perusahaan ini, yang sebelumnya dikuasai oleh kepala produksi beserta kroni-kroninya, siapakah yang bermain? Dan mengapa harus aku yang jadi pecundangnya? Aku faham dengan semuanya, tetapi aku tidak dalam kapasitas memutuskan. Bagiku hanya ada 2 pilihan take it or left it. Dengan pertimbangan kalo aku putuskan mundur, maka aku juga harus mundur kuliah. Aku tidak mungkin membebani ayah-ibuku untuk kelanjutan studiku….

Satu bulan ke belakang keluar pengumuman sekaligus sk pengangkatanku sebagai kepala produksi, posisi basah bagi sebagian orang karena memang di tempatku bekerja posisi ini banyak berhubungan dengan pengadaan sekaligus.. Sesuatu yang sulit bagiku untuk menyikapinya, menganggapnya sebuah anugerah atau malapetaka.. Hanya satu yang ada di kepalaku, aku harus selesaikan studiku dengan keringatku sendiri…untuk itu aku bekerja, bukan untuk sebuah pengabdian yang berkepanjangan di perusahaan keluarga yang sarat dengan nepotisme.

Banyak pihak yang tidak suka bahkan meremehkan kemampuanku memimpin sekian banyak karyawan di tambah dengan cap “anak kemaren sore” yang menyakitkan hati. Aku sebenarnya cukup tahu diri dengan semuanya dan mencoba menanggapinya dengan senyum..karena aku tidak pernah berambisi untuk sebuah jabatan dan aku tidak pernah meminta-minta jabatan. Bagiku cukup sudah selama aku bisa membiayai kuliahku sendiri tanpa harus menjadi beban bagi orangtuaku. Satu hal yang sampai saat ini aku pegang teguh “carilah ilmu dunia-akhiratmu pasti dunia di genggamanmu”…

Yang paling menyakitkan sebenarnya adalah adanya anggapan aku melakukan upaya coupdeta terhadap pimpinan produksi terdahulu…padahal aku adalah sahabatnya, aku adalah teman badmintonnya, dan aku adalah tempatnya berbagi persoalan pekerjaan..betapa naifnya aku jikalau aku harus mengorbankan sebuah nilai persahabatan hanya untuk sebuah jabatan..terkutuklah aku jikalau terbesit di otak dan hatiku untuk melakukan hal itu…

Semua tentu ada hikmahnya bagiku, apa yang aku dapat hari ini selalu aku syukuri dengan tetap menyuburkan semangat untuk jadi yang terbaik dalam hidup ini… suburIn syukurIn……

Otobiografi pendek Izul

Dusun Terang Bulan Rt.02/01 No.51, Desa Lalang, kec. Manggar Kab. Belitong tempat Iskandar Zulkarnain ( Izul ) kecil bermain dan bernaung dalam kehangatan keluarga besar H. Syafe’ie bin H. Abdullah bin H. Ahmad bin H. Thaib, dst….

Rangkaian silsilah ini terkadang membuat sang izul merasa minder untuk bergaul bebas apalagi berbuat hal-hal yang di luar norma..kalau izul harus sholeh gara-gara ini maka aku berani menyebutnya “sholeh keterpaksaan” demi menjaga nama baik keluarga. Kalau aku boleh meminta mudah-mudahan kesholehan dan kebejatanku adalah jati diriku sendiri tanpa harus dikaitkan dengan siapapun juga nenek moyangku. Konon di rumah yang aku tempati itulah sang datok ( bapaknya nenek ) tinggal dan dari situlah beliau mulai mengajarkan dan menyebarkan Islam di pulau Belitong yang terkenal sebagai pulau penyamun di zaman dulu…

Masa kecilku bukanlah masa idaman layaknya kanak-kanak sebayaku saat itu di pulau belitong. Izul kecil harus berjuang membantu mempertahankan kondisi keluarga yang carut marut akibat tekanan politik sang penguasa. Sang ayah tercinta harus terpenjara tanpa putusan pengdilan dalam “kerangkeng politik” yang seakan-akan ingin mematikan harapan dan cita-cita tujuh kurcacinya termasuk Izul…

Yakin dengan scenario sang khalik yang maha berkehendak kami melangkah dengan teriakan komando dari sang ibu yang gagah berani. Izul tidak diajarkan menjadi anak manja dengan tangan menengadah, tapi dia lahir dengan karakteristik yang dibangun di atas penderitaan, di atas kehidupan yang harus melelahkan hati dan jiwa ini.

Berumur 15 tahun sang izul mulai menapaki kehidupan rimba kota yang terkadang harus membuat perasaannya tercabik-cabik, pikirannya berputar seiring larinya sang waktu. Tak jarang dia berpikir untuk kembali ke pangkuan sang ibu, menangis dan tertidur dalam pelukannya. Perjalanan hidup yang membuatnya menginsyafi setiap karunia yang dia terima sebagai bentuk tanggung jawab dan kasih sayang Tuhan.

Diseperempat abad kehidupannya izul hanya punya cita-cita membangun dan mewujudkan cita-cita yang telah lama di arsitekinya. Satu pikiran lagi yang membayanginya adalah cita-cita membangun rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang dan perasaan percaya antara anggota keluarga besar Zulkarnain… semoga tercapai izul.

Minggu, 17 Agustus 2008

Tujuh Kurcaci Bag.I


Tujuh Kurcaci
By. Iskandar Zulkarnain ( Izoel Ibnoe Syafe’ie )

Syahdan menurut ibu saya, saya dilahirkan di Bidan Yati Kota Manggar Belitung Timur pada tanggal 1 Desember 1978 subuh hari antara Pukul 03.00-05.00 WIB pagi. Ibuku sudah lupa hari apa aku di lahirkan karena memang semenjak kelahiran abang saya yang kelima dia sudah berniat untuk mengikuti program keluarga berencana (KB). Namun apa mau dikata dia masih mendapatkan kepercayaan untuk kembali melahirkan bujang-bujang berikutnya yakni abangku yang keenam dan aku tentunya. Di kemudian hari baru aku tahu bahwa aku dilahirkan pada hari Jum’at, hari mulianya umat islam.
Niat untuk menghentikan kegiatan melahirkan ibuku memang realistis, disamping ayah yang semenjak kelahiran anak ketiga menyandang status ex-PN.Timah (Partikelir) + status sosialnya, juga kondisi ekonomi keluarga yang semakin memburuk saat itu. Abangku yang keenam sempat dititipkan pada bibiku, namun naluriah sang ibu tidak mampu melepas abangku terbang bersama sang bibi ke Singapore. Meskipun hidup melarat dan serba kekurangan kami tetap mempertahankan keutuhan keluarga. Bagi orang Belitong saat itu, tidak bekerja di PN.Timah adalah gambaran kesuraman masa depan, bahkan dianggap masyarakat kelas bawah yang tidak berhak menikmati fasilitas PN. Timah.
Melahirkan dalam kondisi yang tidak terencana membuat ayahku kebingungan akan diberi nama apa anaknya yang ketujuh ini. Akhirnya, beliau mendelegasikan tugas ini kepada abang sepupuku dan jadilah anak ketujuh ini bernama ISKANDAR ZULKARNAIN, konon nama itu adalah nama seorang raja muda gagah perkasa di masa lalu yang mampu menaklukkan dunia dari belahan timur sampai bagian barat dunia. Namun sayangnya sang raja harus meninggal dunia di usia muda dikarenakan penyakit malaria. Namanya diabadikan dalam kitab suci Al-Quran surat Kahfi, dalam sejarah umat nasrani beliau lebih terkenal dengan sebutan Alexander Yang Agung. Ayah sependapat dengan abang sepupuku atas nama itu artinya secara responsibility dia sukses mendelegasikan tugasnya kepada sang abang sepupuku, secara accountibility dia ikut meng-amini dan bertanggung jawab atas pemberian nama itu. Saya percaya nama adalah do’a, persoalan terkabul dan tidak itu wewenang Tuhan sang pencipta.
Setelah kelahiranku, keluarga kami pindah rumah dari Jalan Gajah Mada Manggar ke Desa Lalang Manggar. Rumah lama di Jalan Gajah Mada di jual pada sekitar tahun 1992 dan hasil penjualannya digunakan ayah untuk menambah biaya perjalanan menunaikan ibadah haji pada waktu itu. Saya masih ingat rumah itu setengah permanen dan sebagian papannya sudah termakan rayap, didepannya ada pohon nangka dan pohon jambu, namun menurut cerita ayah sebelum rumah itu di bangun rumah kita hanya terbuat dari kaleng bekas minyak goreng yang dibeli dari seorang tionghoa tukang minyak goreng. Pertimbangan kami pindah ke desa lalang saat itu dikarenakan semenjak ayah diberhentikan oleh PN.Timah beliau membuka toko kelontong di desa lalang diatas tanah warisan nenekku dan setiap hari harus mondar-mandir Jalan Gajah Mada-Desa Lalang, di malam hari toko kelontong itu hanya dijaga oleh abang tertuaku ditemani seorang abang sepupuku. Pertimbangan keamanan yang mendasari kepindahan kami walaupun sebenarnya rumah lama kami lebih ramai dan strategis karena dekat ke terminal dan ke pasar. Namun keramaian terkadang membuat suasana tidak nyaman dan aman, salah satunya kecelakaan yang menimpa abangku yang kelima ketika dia begitu ceria menyambut ayah kami sepulang ngerae (berbelanja-red) dari kampung dan berniat menyongsongnya di pinggir Jalan Gajah Mada secara tiba-tiba tersambar sepeda motor yang sedang melaju kencang dan menyeretnya hingga 10 m, beruntung dia masih selamat namun sampai saat ini masih ada tanda luka di kepalanya akibat kecelakaan itu.
Sejak kecil kami sudah di ajarkan untuk hidup prihatin dan mandiri. Aku harus berjualan kue sejak umur 8 tahun dengan abangku. Setiap pagi kami berkeliling kampung dengan teriakan; jaaaajak jajaaaaak!!! ( jajak dalam bahasa belitong artinya kue). Banyak pengalaman yang menyesakkan dada dan menyenangkan pada saat berjualan kue ketika harus menghadapi tingkah laku konsumen yang beraneka ragam. Aku masih ingat beberapa konsumen kami yang memang mempunyai kenangan tersendiri diantaranya seorang nenek tua bernama Sina (mungkin Xena nama aslinya), sang nenek adalah langganan tetap kami dan setiap pagi kami selalu hadir menjajakan kue kepada beliau. Suami sang nenek namanya Bedul ( mungkin Abdul nama aslinya ) umurnya jauh lebih muda ketimbang sang nenek, konon menurut warga sekitar sang kakek hanya ingin numpang hidup saja dari sang nenek. Sang nenek ini mengidap penyakit kencing manis sekaligus obesitas (kegemukan), taksiranku berat badannya kurang lebih 1,5 Kwintal sehingga membuat beliau tidak mampu berjalan lagi dan harus melaksanakan hajatnya di tempat tidur. Dan setiap kali beliau membeli kue, kami harus melayaninya di dalam kamar beliau yang aromanya serasa di dalam pabrik Ammoniak (NH4OH) pesing dan membuat kepala terasa dihantam benda keras. Dan sialnya kami harus menunggui beliau makan satu-persatu kue kami sampai beliau kenyang. Alhasil tak jarang aku sering terlambat masuk sekolah hanya karena kelamaan menunggu beliau selesai menyantap kue-kue kami. Usut punya usut ternyata penjaja kue lain tidak mau melayani beliau, dan hanya kami yang bersedia melayani; Total Service Pabrik Ammoniak !!!
Meskipun harus berjualan kue, dan sering masuk sekolah terlambat tidak menjadi alasan untukku untuk tidak berprestasi di sekolah. Ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar Negeri 5 Manggar aku selalu menjadi juara pertama di kelas. Dan jauh hari sebelum masuk sekolah dasar aku sudah lancar baca tulis, pada masa itu keterampilan baca tulis biasanya mulai kelihatan pada kelas 2 sekolah dasar, walaupun aku tidak pernah mengenyam pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Pilihan untuk tidak masuk TK adalah pilihanku sendiri karena aku melihat muatan pendidikan TK tidak terlalu mendukung pendidikan selanjutnya, paling hanya bernyanyi dan bermain. Guru pertamaku adalah sang Ayah, dengan bermodal papan tulis dan kapur beliau mengajarkanku baca tulis. Hebatnya, tulisan pertama yang beliau ajarkan padaku adalah KAMBING beserta ceritanya, mengapa hebat? Karena saat itu kami memiliki 3 ekor kambing masing-masing bernama; Baret, Coke, dan Raga. Dan aku sangat keranjingan sekali dengan binatang piaraan kami ini, tak jarang aku menghabiskan waktu berjam-jam menunggangi si Baret (kambing bandot) sambil berkhayal bak di dalam film Bonanza dan Lone Rangers. Belajar dari apa yang dekat dengan kita dan kita senangi tentunya akan lebih efektif ketimbang belajar sesuatu yang masih imajiner dan abstrak. Absurd ayahku sekaligus dosen filsafatku.
Masa-masa kecilku, hampir sama sekali tidak menyediakan waktu untukku bermain layaknya anak-anak seusiaku. Rutinitas yang harus dijalani dimulai selepas sholat shubuh berjama’ah di lanjutkan dengan kegiatan Cake Market (Bejual jajak), setelah itu sekolah, mengaji, mengambil rumput untuk makanan kambing, dan ketika libur sekolah aku sering menemani ayah untuk pergi mukat (menjaring ikan) atau menjala ikan di laut dan hasilnya sebagian kami makan dan sebagian kami jual. Terkadang aku juga sering kekebun kami yang berjarak ± 10 km dari rumah di daerah janting, ayah senang bercocok tanam cabe, jagung, kacang hijau, pisang dan singkong. Hasilnya untuk makan dan sebagian dijual di warung kelontongan kami.
Kondisi perekonomian kami yang pas-pasan terbantu oleh kegiatan ibu berdagang, bahkan kegiatan berdagang ini menjadi penopang roda perekonomian keluarga. Semenjak ayah diberhentikan dengan tidak hormat oleh PN.Timah ibuku ikut membantu menafkahi keluarga. Diawali dengan menjadi tukang jahit ibuku merintis usaha kecil-kecilannya, maklumlah sebenarnya ibu berasal dari keluarga berada pada masa itu, sebagai anak perempuan satu-satunya di keluarga ibu, dia tidak diperkenankan untuk membantu kegiatan dapur dan lebih banyak menekuni kegiatan kerajinan tangan salah satunya menjahit dan merajut. Ternyata kegiatan menjahit ibu menguras banyak tenaganya, dan mengakibatkan kondisi tubuhnya lemah bahkan saat melahirkan anak keempat kondisi bayinyapun ikut lemah, kemudian bidan menyarankan untuk mengurangi aktivitas kerja ibu. Namun ibu tidak mengindahkan saran sang bidan alhasil kakak nomor empatku mengalami gangguan kesehatan ketika bayinya serta proses persalinannya agak kesulitan akibat sang bayi dalam kondisi sungsang. Hal ini mengilhami sang ibu untu merubah haluan dari penjahit menjadi pedagang. Diawali dengan bermodalkan kepercayaan sang ibu memberanikan diri untuk meminjam barang dagangan dari seorang baba, namanya Abun di pasar Tanjung Pandan ( Ibukota Kabupaten Belitung ). Setiap kali ibu mengambil dagangannya di baba Abun aku selalu ingin ikut menemani sekaligus membantunya membawa dagangan, sebenarnya sih yang paling penting aku ingin menikmati makanan sate yang berada di sekitar toko si baba karena setiap kali kami sampai di toko si baba pasti langsung ditanya mau makan apa?? Si baba suka marah kalo ibu langsung berhitung dan fokus pada barang dagangan, kemarahan si baba biasanya dilampiaskan pada pelayan tokonya, ”Suruh makan dulu ibunya, kamu jangan urus dulu dagangan ha..yaa..!!”. Sang tukang satepun selalu ceria kalau ibu datang, dengan sigap dia membakar sate-satenya selain untuk dimakan di tempat, sebagian ada yang dibungkus untuk di bawa pulang. Semua pembayaran sate ditanggung baba Abun. Awalnya aku terheran-heran juga dengan kelakuan si baba, dikemudian hari aku baru mengerti bahwa dalam dunia marketing itulah namanya total service, bahwa konsumen adalah raja dan kenyamanan konsumen adalah kepuasan pedagang.
Kebutuhan barang dagangan ibu tidak berhenti pada pasar lokal yang ada di Belitung, dengan alasan ingin menjenguk adiknya yang kuliah di Bandung beliau mulai merambah kota-kota besar yang ada di pulau Jawa sebagai sumber dagangannya. Hubungan dagang mulai beliau bangun dari pasar-pasar tradisional yang ada di pulau Jawa; Bandung, Jogja, dan Jakarta menjadi petualangannya. Tak jarang karena saking ekonomisnya beliau memilih sarana transportasi laut kapal barang sebagai sarana transportasi petualangannya. Suatu ketika kapal barang yang ditumpanginya karam ditengah-tengah laut jawa, beruntung nyawanya terselamatkan oleh kapal tanker berbendera Panama yang membawanya ke daratan Pontianak untuk kemudian di ”deportasi” oleh dinas sosial setempat ke pelabuhan tanjung perak semarang, setelah itu baru meneruskan perjalanan menuju Bandung. Lucunya beliau dikategorikan manusia apung yang pada waktu itu banyak berdatangan akibat perang saudara Vietnam. Kamipun sempat was-was karena belum mendapat kabar dari beliau, setelah 2 minggu tak ada kabar kami mengontak paman saya yang berada di Bandung, dan barulah beliau bercerita tentang kejadian itu. Hampir saja aku kehilangan ibu yang dimataku adalah pejuang sejati, cintaku kepadanya tak pernah tergantikan oleh cinta wanita manapun di dunia ini...I love you mom..Forever..
Untuk memudahkan hubungan dagang antar pulau, ibuku meminta kakakku nomor 2 untuk bersekolah di Bandung setamat SMP dan meneruskan ke sekolah kejuruan farmasi yang ada di kota Bandung. Inilah cikal bakal kelak cerita hidupku harus aku teruskan di tanah rantau kota ”kembang kamboja” Bandung.

Ayahku sayang ayahku malang...
Sebelum meneruskan cerita ini izinkan aku sedikit membuka tabir sejarah hidup ayahku. Ayah yang di mataku penuh kasih sayang dan pengertian hanya kemudian karakter dan wibawanya harus terbunuh oleh suatu tindakan politik ”genosida” (pemberangusan) atas suatu ideologi. Sejarah hidup seoarang manusia yang terlalu dungu untuk memahami suatu ideologi, akan tetapi kemudian dia terbawa arus yang kemudian ideologi itu harus dibumihanguskan oleh negara Pancasila hanya karena aplikasinya yang salah. Aku tidak ingin membuat pledoi dalam tulisan ini, ataupun membuat tesis tentang sebuah ideologi, karena aku yakin sebuah ideologi terlahir dari pemikiran manusia yang merupakan anugerah tersendiri dari Tuhan dengan latar belakang sosial-kultur yang mengilhaminya terlepas dari benar dan salahnya suatu ideologi, karena manusia tidak berhak menjustifikasi sebuah ideologi, Tuhan saja menghargai hambanya yang berijtihad dengan memberi ganjaran satu pahala bagi yang ijtihadnya salah, lalu kenapa kemudian manusia ingin melebihi-Nya?
Ayahku terlahir sebagai anak ke enam dari sepuluh bersaudara dari keturunan ulama di kota Manggar, H. Abdullah bin H. Ahmad bin H. Taib adalah garis keturunannya yang merupakan tokoh-tokoh agama yang disegani pada masanya. Dibesarkan dalam lingkungan islami membuat beliau mempunyai kepekaan sosial yang tinggi dalam pergaulannya. Sialnya sifat inilah yang kemudian harus menyeret beliau menjadi ”terdakwa” tanpa putusan pengadilan atas nama negara Pancasila yang harus membunuh cita-cita dan harapannya atas anak cucunya kelak. Menyakitkan bung, ketika beliau menerima putusan bahwa beliau adalah narapidana politik (napol) ex- G 30 S/PKI dengan vonis bahwa segala gerak-geriknya harus seizin rezim militer, bahkan untuk melaksanakan perintah Tuhan Ibadah Hajipun beliau harus mengantongi izin dari pihak militer, lebih menyakitkan lagi bung bahwa anak cucunya di vonis haram menjadi abdi negara di negara Pancasila ini. Air matanya mengering dalam 2/3 malam ditengah kekhusyukannya bersujud dalam do’anya seakan dia menjerit : Tuhan !!, betapa tak bergunanya hamba di tanah yang penuh dendam ini, sebagai ayah dan sebagai imam keluarga ini kenapa hamba harus mewariskan dosa politik kepada anak-cucu hamba, apa dosa mereka Tuhan ? Hamba hanya jasad bernyawa yang telah kehilangan asa, ampuni dosa hamba Tuhan jika pernah hamba tidak mengakui-Mu, bukankah Engkau yang Maha Tahu hati setiap hamba-hamba-Mu. Aku sering mendapati beliau termenung seakan berpikir panjang tentang kehidupannya, ketika aku tanya apa yang sedang beliau pikirkan? Beliau hanya tersenyum dengan sejuta kesahajaannya. Ayahku, aku tahu ada beban berat di pundakmu, biarkan aku menanggungnya ayahku. Ayahku, aku tahu ada dendam yang tak terungkapkan di dalam bathinmu, biarkan aku yang melampiaskannya ayahku, dengan kedua tanganku izinkan aku menghajar sang penguasa yang merasa bisa menggenggam jiwa manusia. Ayahku, aku bangga menjadi anakmu...aku tahu ada do’amu dalam namaku dan setiap tarikan nafasku. Biarkan aku jadi jagoanmu, jadi kebanggaanmu ayahku.

Senin, 28 Juli 2008

Iskandarmedia

Iskandar Zulkarnain, terlahir di Belitung pada tanggal 1 Desember 1978 mencoba berbagi lewat media ini.